Oleh Siswo Kusyudhanto
Ada beberapa kejadian di kalangan teman yang saya kenal,
ada teman yang sedang mendekati seorang akhwat tiba-tiba si akhwat dilamar oleh ikhwan lain yang juga dikenalnya dan mereka kemudian menikah, tinggallah teman ini yang merana. Andai Ikhwan kedua itu tau adab, mungkin akan berbicara kepada temannya sebelum melamar si akhwat, sehingga silaturahmi tetap terjaga diantara mereka.
ada teman yang sedang mendekati seorang akhwat tiba-tiba si akhwat dilamar oleh ikhwan lain yang juga dikenalnya dan mereka kemudian menikah, tinggallah teman ini yang merana. Andai Ikhwan kedua itu tau adab, mungkin akan berbicara kepada temannya sebelum melamar si akhwat, sehingga silaturahmi tetap terjaga diantara mereka.
Atau ada juga teman cerita ada teman sekajian pinjam uang dan tidak kunjung di bayar, kalau ditagih jawabannya selalu sama " Afwan akhi, Qodarullah belum ada untuk membayar hutang". Andai si peminjam tau adab berhutang mungkin tidak seperti itu kejadian nya.
Ada juga ketika sudah merasa berilmu dia bertingkah laku melawan ustadz gurunya, dengan berkata buruk tentang gurunya itu.
Dan banyak kejadian serupa.
Dan banyak kejadian serupa.
Jadi teringat perkataan seorang ustadz, "belajar adab dulu baru belajar ilmu agama".
Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,
تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Kenapa sampai para ulama mendahulukan mempelajari adab? Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata,
بالأدب تفهم العلم
“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”
Guru penulis, Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata, “Dengan memperhatikan adab maka akan mudah meraih ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan disia-siakan.”
Oleh karenanya, para ulama sangat perhatian sekali mempelajarinya.
Ibnul Mubarok berkata,
تعلمنا الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين
“Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”
Ibnu Sirin berkata,
كانوا يتعلمون الهديَ كما يتعلمون العلم
“Mereka -para ulama- dahulu mempelajari petunjuk (adab) sebagaimana mereka menguasai suatu ilmu.”
Makhlad bin Al Husain berkata pada Ibnul Mubarok,
نحن إلى كثير من الأدب أحوج منا إلى كثير من حديث
“Kami lebih butuh dalam mempelajari adab daripada banyak menguasai hadits.” Ini yang terjadi di zaman beliau, tentu di zaman kita ini adab dan akhlak seharusnya lebih serius dipelajari.
Dari Ziyad bin ‘Ilaqoh dari pamannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca do’a,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ
“Allahumma inni a’udzu bika min munkarotil akhlaaqi wal a’maali wal ahwaa’ [artinya: Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari akhlaq, amal dan hawa nafsu yang mungkar].” (HR. Tirmidzi no. 3591, shahih)
Doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lainnya,
اللَّهُمَّ اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّى سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّى سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ
“Allahummahdinii li ahsanil akhlaaqi laa yahdi li-ahsanihaa illa anta, washrif ‘anni sayyi-ahaa, laa yashrif ‘anni sayyi-ahaa illa anta [artinya: Ya Allah, tunjukilah padaku akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau. Dan palingkanlah kejelekan akhlak dariku, tidak ada yang memalinggkannya kecuali Engkau].” (HR. Muslim no. 771, dari ‘Ali bin Abi Tholib).
Sumber Referensi "Pelajarilah Adab dan Akhlak dulu", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc. Di Muslim.or
No comments:
Post a Comment