Oleh Siswo Kusyudhanto
Dapat cerita dari seorang ustadz tentang ustadz lain yang ditawari menikah oleh seorang janda kaya raya, pengusaha asal Pulau Batam, punya perusahaan dengan omzet milyaran rupiah setiap bulan dan juga punya apartemen mewah di Singapura dan Jakarta, si janda siap menjadi istri kedua si ustadz jika jadi menikahinya.
Namun si ustadz menolak tawaran si wanita itu dengan sangat halus, intinya dia sangat berterima kasih serta tersanjung dengan tawaran itu namun setelah menimbang kemampuan dirinya dalam menjalani berpoligami pada akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa dirinya belum mampu menjalani kehidupan berpoligami, terutama soal adil dalam urusan lahir maupun bathin, baik kepada istri pertama dan juga istri kedua. Si Ustadz juga sampaikan resiko yang harus dihadapi kelak saat hisab jika tidak mampu bersikap adil dalam kehidupan poligami.
MasyaAllah, mendengar kisah ini kagum dengan sikap ustadz tersebut, tawaran menggiurkan seperti itu ditolak secara halus dengan mengedepankan pertimbangan syariat dan akhirat, seharusnya sikap ini juga dimiliki oleh kita yang akan memutuskan untuk memiliki istri lebih dari satu, pertanyaan yang pertama kita sampaikan pada diri sendiri, "apakah kita sudah mampu bersikap adil?", Jika merasa mampu lanjutkan, jika merasa belum mampu tidak usah dilanjutkan, masing-masing dari kita yang tau kemampuan atas syariat yang satu ini.
Waalahua'lam.
Waalahua'lam.
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” [An-Nisaa`/4:3]
Menurut Imam Ibnu Katsir rahimahullah, jika kamu takut tidak berbuat adil di antara isteri-isteri, sebagaimana firman Allah.
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ
[Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil (yakni dalam perkara batin, Pen.) di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. –an-Nisaa` ayat 129-], maka barangsiapa takut dari hal itu, hendaklah dia membatasi dengan satu (isteri) atau terhadap budak-budak wanita, karena tidak wajib pembagian di antara mereka (budak-budak itu), tetapi disukai, barangsiapa melakukan, maka itu baik; dan barangsiapa tidak melakukan, maka tidak ada dosa.(Tafsir Ibnu Katsir)
[Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil (yakni dalam perkara batin, Pen.) di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. –an-Nisaa` ayat 129-], maka barangsiapa takut dari hal itu, hendaklah dia membatasi dengan satu (isteri) atau terhadap budak-budak wanita, karena tidak wajib pembagian di antara mereka (budak-budak itu), tetapi disukai, barangsiapa melakukan, maka itu baik; dan barangsiapa tidak melakukan, maka tidak ada dosa.(Tafsir Ibnu Katsir)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ.
“Barangsiapa memiliki dua isteri, kemudian ia lebih condong kepada salah satu dari keduanya, maka ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan pundaknya miring sebelah.”
Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2133), at-Tirmidzi (no. 1141), Ahmad (II/295, 347, 471), an-Nasa’i (VII/63), Ibnu Majah (no. 1969), ad-Darimi (II/143), Ibnu Jarud (no. 722), Ibnu Hibban (no. 1307—al-Mawaarid) dan lainnya, dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 2017).
Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2133), at-Tirmidzi (no. 1141), Ahmad (II/295, 347, 471), an-Nasa’i (VII/63), Ibnu Majah (no. 1969), ad-Darimi (II/143), Ibnu Jarud (no. 722), Ibnu Hibban (no. 1307—al-Mawaarid) dan lainnya, dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 2017).
Sumber Referensi 1.,"Syarat Poligami", karya Ustadz Abu Muslim Al Atsy'ari di almanhaj.or, 2. "Suami hari berlaku adil kepada istrinya", karya Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas di almamhaj.or
No comments:
Post a Comment