Oleh Siswo Kusyudhanto
Beberapa tahun yang lalu Ustadz Farhan Abu Furaihan diundang ke Kota Pekanbaru untuk mengisi beberapa kajian, dalam salah satu kesempatan beliau mengatakan, "harusnya antum bersyukur di Pekanbaru ini perkembangan dakwah Salafiyah berkembang pesat, banyak masjid-masjid besar berbasis kajian salafiyah yang mampu menampung ribuan jamaah sekaligus, seperti Masjid Raudhatul Jannah, Masjid Abu Darda, Masjid Umar bin Khattab, Masjid Imam Syafi'i dan lainnya, juga kelompok-kelompok tahsin(bacaan Al-Qur'an) banyak kita jumpai di Pekanbaru ini, lihat daerah lain di Indonesia tidak seperti disini, di daerah lain sedikit yang memiliki masjid sendiri sehingga kalau kajian sering diusir juga mendapat perlakuan buruk dan sebagainya."
Mungkin benar perkataan beliau, saya rasakan sendiri suasana di Pekanbaru juga beberapa kota di Sumatera bagian tengah sangat berbeda dengan berbagai daerah di Indonesia lainnya, apalagi lihat banyak kajian dibubarkan di Pulau Jawa dan Kalimantan juga lainnya, wajibnya bersyukur bagi teman yang berada di daerah
Mungkin hanya di Pekanbaru ada puluhan baliho dakwah berdiri memuat materi dakwah berbagai hal semisal anti riba, himbauan menjauhi kesyirikan, mengingatkan warga agar tidak lupa shalat, mengingatkan kaum muslimah untuk berhijab dan seterusnya dan itu semua nol pajak, artinya tidak membayar pajak karena pemerintah setempat menganggap sebagai usaha membenahi masyarakat setempat atau usaha layanan masyarakat, dan pemerintah setempat sangat mendukung dakwah ini karena para pemimpin daerah merasakan dengan berkembangnya dakwah ini kota makin aman dari kejahatan dan kerusakan masyarakat, itu kenapa kadang kala mereka hadir di kajian dakwah Salafiyah di beberapa kali kesempatan, alhamdulillah.
Juga di Pekanbaru kelas-kelas bacaan Al-Qur'an kalau dihitung mungkin ada ribuan lokasi, mulai masjid2 besar, musholla2, rumah tahfizh sampai kelompok kecil di perumahan-perumahan.
Demikian juga kajian-kajian ustadz bertebaran dimana-mana, kadang jamaah sampai bingung mengikuti kajian ustadz yang mana karena waktunya bersamaan.
dan seterusnya, intinya suasananya jauh berbeda dengan kota lain.
Seorang teman bertanya kepada seorang dosen sejarah yang mengajar disalah satu universitas di Pekanbaru mengenai kenapa Manhaj Salaf berkembang pesat di Sumatera bagian tengah?, sementara di daerah lain tidak sepesat itu?, beliau menjawab, hal ini tidak lepas dari faktor budaya dan sejarah, kenapa terjadi hal yang demikian.
Misal dalam hal budaya, Sumatera di bagian tengah meliputi Riau dan Sumatera Barat tidak mengenal budaya yang kedudukannya lebih tinggi dari syariat agama, tidak ada budaya yang bergesekan dengan syariat, semisal didaerah lain seperti larung saji, yang menyediakan sesajen bagi makhluk halus penghuni suatu tempat atau area tertentu. Atau juga masyarakat di bagian Sumatera bagian tengah tidak mengenal amalan tawassul kepada makam2 orang yang dianggap suci.
Dari faktor sejarah juga sejak jaman kolonial Belanda Sumatera bagian tengah adalah tempat bermukimnya kelompok yang mendakwahkan memurnian agama, seperti Tuanku Tambusai yang menyokong Tuanku Imam Bonjol memerangi kebid'ahan dan kesyirikan diawal perjuangnnya, sehingga pada akhirnya memerangi Belanda, karena pihak Belanda membantu kaum musyrikin di wilayah Sumatera Barat.
Mungkin beberapa faktor ini yang membuat dakwah salafiyah tidak terlalu menghadapi halangan seperti yang terjadi diwilayah lain seperti Aceh dan Jawa.
Waallahua'lam.
Allah Ta'ala berfirman :
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatan mereka sendiri” [Al-A’raf/7 : 96]
Foto diambil sebelum adanya wabah Covid 19
No comments:
Post a Comment