Bismillah
Saya maklum kalau ada orang bilang "Enak aja situ ngomong, saya melakukan akad riba karena terpaksa" mungkin dia awam terhadap bahaya riba baik didunia dan akhirat.
Padahal dalam hukum Islam namanya terpaksa alias darurat adalah ketika tidak melakukan hal itu nyawa taruhannya alias mati, padahal sangat sedikit sekali kasus misal jika tidak melakukan riba kemudian orang itu mati, semisal masuk rumah sakit dan harus beli obat satu-satunya yang mahal harganya sampai jutaan rupiah, dan dia tidak punya uang sama sekali, pinjem tetangga juga keluarga tidak dapat, dan dia butuh uang cepat sehingga harus pinjam rentenir dengan akad riba, mungkin kasus serupa terjadi perbandingan satu dengan satu juta kasus, Allhua'lam.
Faktanya hampir mayoritas kredit yang berjalan di Indonesia adalah akad kredit barang konsumsi seperti motor, perabotan rumah, HP, alat elektronik, mobil dan rumah, sisanya adalah kredit perusahaan untuk produksi.
Hal ini menunjukkan bahwa riba yang terjadi di Indonesia mayoritas disebabkan oleh kebutuhan gaya hidup, jadi bukan karena ada unsur paksaan atau keadaan darurat, atau sebenarnya mungkin syahwat kita yang memaksa untuk memiliki barang dan kemudian mendorong berbuat riba? Allahua'lam.
Kalau penyebab utama bertumbuhnya praktek riba karena syahwat artinya mungkin mayoritas Umat Islam di Indonesia meninggalkan perintah Allah dan Rasul-Nya untuk bersikap zuhud dan qona'ah pada urusan dunia, Allahua'lam.
Jadi ingat sebuah kajian Ustadz Erwandi Tarmidzi di Jakarta, ketika seseorang bertanya, "Ustadz jika tidak dengan cara riba mustahil bagi saya memiliki rumah, masa keong saja punya rumah saya yang manusia malah enggak punya rumah ?".
Ustadz Erwandi Tarmidzi menjawab, "ya sangat berbeda ya kalau keong tidak punya rumah mati dia, kalau antum gak punya rumah masih bisa hidup sebagai wajarnya, jika harus melalui cara riba untuk memiliki riba ini jelas berbahaya, karena nikmatnya memiliki rumah melalui cara riba tidak sebanding dengan azab karena perbuatan riba kita.
Jika mampunya baru ngontrak rumah, sebaiknya ngontrak rumah dulu dan hindari perbuatan riba, karena riba jelas diharamkan Allah dan RasulNya, Allahua'lam. "
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat) bahwa sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah [2]: 275)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menjelaskan ayat di atas,”Maksudnya, tidaklah mereka berdiri (dibangkitkan) dari kubur mereka pada hari kiamat kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan dan dikuasai setan.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/708)
Sumber referensi "Balasan bagi para pelaku riba", oleh Muhammad Safifudin Hakim di muslim. Or. Id